Bokar Yang Masuk Ke Industri crumb rubber |
"Industri
crumb rubber pada hakekatnya hanya merupakan industri pencucian dan pengeringan
secara singkat"
Sesuai
dengan pola bisnis pada umumnya yang ingin mendapatkan margin sebesar-besarnya
dari hasil penjualan produk, maka di dalam perdagangan bahan baku karet (bokar)
senantiasa muncul upaya untuk memanipulasi berat dengan cara menambahkan
zat-zat pengotor. Manipulasi berat bahan baku crumb rubber relatip mudah
dilakukan dibanding terhadap lateks pekat dan sit asap, berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut.
Lateks
pekat dan karet lembaran (sit asap dan krep) berbahan baku langsung dari lateks
kebun yang masih segar, sehingga penambahan zat pengotor akan langsung terlihat
dengan kasat mata, serta pengaruh buruknya terjadi secara langsung pula
terhadap produk lateks pekat maupun sit asap/krep yang dihasilkannya.
Pengusahaan
lateks pekat dan karet lembaran secara umum dilakukan oleh perusahaan BUMN dan
Swasta Besar, yang memiliki organisasi dan manejemen produksi yang sangat baik,
sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kontamiasi di dalam bahan baku
yang akan diproses di pabriknya. Perusahaan lateks pekat dan sit asap/krep
umumnya memiliki lahan sendiri yang telah terintegrasi dengan pabrik
pengolahannya.
Karet
sit sesungguhnya memiliki mutu yang relatip baik dibanding karet remah, karena
dibuat langsung dari lateks dengan prosedur yang ketat, antara lain
penggumpalan harus sesegera mungkin, karena jika lateksnya kurang segar akan
dihasilkan karet sit mutu rendah. Ketebalan lembarannya harus cukup tipis (1-3
mm), sehingga mengurangi peluang timbulnya kesengajaan memasukan kotoran agar
beratnya meningkat. Suhu pengeringan maksimum 55-60 oC, karena suhu yang tinggi
akan menyebabkan permukaan karet bergelembung dan lengket.
Industri crumb rubber pada hakekatnya hanya merupakan
industri pencucian dan pengeringan secara singkat. Berbeda dengan karet sit asap atau krep, karet remah
dapat dibuat dari lateks yang telah menggumpal (koagulum) baik yang segar
maupun yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk dan ukuran, sehingga.
membuka peluang kesengajaan memasukkan kotoran agar beratnya meningkat. Sejak
terlahir pada tahun 1968, industri crumb rubber telah mengalami perkembangan
teknologi untuk menyesuaikan terhadap kapasitas dan kondisi bahan baku yang
tersedia.
Periode 1968-1971 :
dalam
kurun waktu ini belum terjadi masalah kontaminasi karena bahan baku langsung
dari leteks dan pembekuannya dilaksanakan di pabrik dengan sarana yang bersih,
kemudian bekuan diremahkan dengan bantuan minyak jarak langsung di dalam
kreper. Crumb rubber yang dihasilkan baru jenis SIR 3 dan 5. Nilai 3 (atau 5)
tersebut, menunjukkan kadar maksimum kotoran tidak lebih dari 0,03 (atau
0,05%).
Periode 1972-1980 :
pabrik-pabrik
crumb rubber mulai bermunculan, yang asalnya kurang dari 60 pabrik meningkat
menjadi 85 pabrik pada awal tahun 1972, menyebabkan persaingan sangat ketat
untuk pengadaan bahan baku. Pada awal tahun 1972, peremahan dengan minyak jarak
menggunakan kreper mulai ditinggalkan karena dinilai lambat, dan sebagai
gantinya mulai digunakan granulator. Pengembangan alat ini bersama-sama dengan
hammer-mill ternyata mampu meremahkan karet dalam bentuk lump. Kondisi ini
berdampak petani karet mulai memproduksi lump mangkok yang relatip cepat
pembuatannya dibanding menyiapkan lateks tetap segar. Pada periode ini mulai
diproduksi SIR 10. Hal ini menunjukkan bahwa kadar kotoran mulai meningkat. SIR
10 berkadar kotoran maks. 0,1, sedangkan SIR 3 hanya 0,03%.
Periode 1980-sekarang :
Jumlah
pabrik meningkat menjadi 106 dan kini 115, seiring dengan meningkatnya permintaan
dunia terhadap crumb rubber. Pada tahun 1975 produksi karet alam Indonesia
masih sekitar 780 ribu ton, pada tahun 1980 naik tajam menjadi 1020 ribu ton.
Agar kapasitas pabrik dapat ditingkatkan, maka proses peremahan di dalam
granulator/hammer-mil juga perlu ditingkatkan, caranya adalah dengan memasang
pre-breaker sebelum granulator/hammer-mill. Alat ini semula dirancang sebagai
mesin peremah kasar dengan input tetap lump. Namun ternyata alat tersebut dapat
dikembangkan untuk bahan baku yang lebih besar dibanding lump.
Kondisi ini menjadi pemicu petani untuk
menjual berbagai jenis bahan baku, selain lump juga sleb, ojol, sit angin,
scrap tanah dan scrap pohon. Peralatan pabrik pun sudah sedemikian lengkap,
mulai dari pre-breaker, hammer-mill, granulator, ekstruder, bak-bak
makro-blending, kamar gantung angin, dan shredder