Senin, 23 Juni 2014

Perkembangan Mutu Bahan Baku Crumb Rubber

Bokar Yang Masuk Ke Industri crumb rubber 
"Industri crumb rubber pada hakekatnya hanya merupakan industri pencucian dan pengeringan secara singkat"

Sesuai dengan pola bisnis pada umumnya yang ingin mendapatkan margin sebesar-besarnya dari hasil penjualan produk, maka di dalam perdagangan bahan baku karet (bokar) senantiasa muncul upaya untuk memanipulasi berat dengan cara menambahkan zat-zat pengotor. Manipulasi berat bahan baku crumb rubber relatip mudah dilakukan dibanding terhadap lateks pekat dan sit asap, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.
Lateks pekat dan karet lembaran (sit asap dan krep) berbahan baku langsung dari lateks kebun yang masih segar, sehingga penambahan zat pengotor akan langsung terlihat dengan kasat mata, serta pengaruh buruknya terjadi secara langsung pula terhadap produk lateks pekat maupun sit asap/krep yang dihasilkannya.
Pengusahaan lateks pekat dan karet lembaran secara umum dilakukan oleh perusahaan BUMN dan Swasta Besar, yang memiliki organisasi dan manejemen produksi yang sangat baik, sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kontamiasi di dalam bahan baku yang akan diproses di pabriknya. Perusahaan lateks pekat dan sit asap/krep umumnya memiliki lahan sendiri yang telah terintegrasi dengan pabrik pengolahannya.
Karet sit sesungguhnya memiliki mutu yang relatip baik dibanding karet remah, karena dibuat langsung dari lateks dengan prosedur yang ketat, antara lain penggumpalan harus sesegera mungkin, karena jika lateksnya kurang segar akan dihasilkan karet sit mutu rendah. Ketebalan lembarannya harus cukup tipis (1-3 mm), sehingga mengurangi peluang timbulnya kesengajaan memasukan kotoran agar beratnya meningkat. Suhu pengeringan maksimum 55-60 oC, karena suhu yang tinggi akan menyebabkan permukaan karet bergelembung dan lengket.

Industri crumb rubber pada hakekatnya hanya merupakan industri pencucian dan pengeringan secara singkat. Berbeda dengan karet sit asap atau krep, karet remah dapat dibuat dari lateks yang telah menggumpal (koagulum) baik yang segar maupun yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk dan ukuran, sehingga. membuka peluang kesengajaan memasukkan kotoran agar beratnya meningkat. Sejak terlahir pada tahun 1968, industri crumb rubber telah mengalami perkembangan teknologi untuk menyesuaikan terhadap kapasitas dan kondisi bahan baku yang tersedia.

Periode 1968-1971 :
dalam kurun waktu ini belum terjadi masalah kontaminasi karena bahan baku langsung dari leteks dan pembekuannya dilaksanakan di pabrik dengan sarana yang bersih, kemudian bekuan diremahkan dengan bantuan minyak jarak langsung di dalam kreper. Crumb rubber yang dihasilkan baru jenis SIR 3 dan 5. Nilai 3 (atau 5) tersebut, menunjukkan kadar maksimum kotoran tidak lebih dari 0,03 (atau 0,05%).

Periode 1972-1980 :
pabrik-pabrik crumb rubber mulai bermunculan, yang asalnya kurang dari 60 pabrik meningkat menjadi 85 pabrik pada awal tahun 1972, menyebabkan persaingan sangat ketat untuk pengadaan bahan baku. Pada awal tahun 1972, peremahan dengan minyak jarak menggunakan kreper mulai ditinggalkan karena dinilai lambat, dan sebagai gantinya mulai digunakan granulator. Pengembangan alat ini bersama-sama dengan hammer-mill ternyata mampu meremahkan karet dalam bentuk lump. Kondisi ini berdampak petani karet mulai memproduksi lump mangkok yang relatip cepat pembuatannya dibanding menyiapkan lateks tetap segar. Pada periode ini mulai diproduksi SIR 10. Hal ini menunjukkan bahwa kadar kotoran mulai meningkat. SIR 10 berkadar kotoran maks. 0,1, sedangkan SIR 3 hanya 0,03%.

Periode 1980-sekarang :
Jumlah pabrik meningkat menjadi 106 dan kini 115, seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap crumb rubber. Pada tahun 1975 produksi karet alam Indonesia masih sekitar 780 ribu ton, pada tahun 1980 naik tajam menjadi 1020 ribu ton. Agar kapasitas pabrik dapat ditingkatkan, maka proses peremahan di dalam granulator/hammer-mil juga perlu ditingkatkan, caranya adalah dengan memasang pre-breaker sebelum granulator/hammer-mill. Alat ini semula dirancang sebagai mesin peremah kasar dengan input tetap lump. Namun ternyata alat tersebut dapat dikembangkan untuk bahan baku yang lebih besar dibanding lump.


Kondisi ini menjadi pemicu petani untuk menjual berbagai jenis bahan baku, selain lump juga sleb, ojol, sit angin, scrap tanah dan scrap pohon. Peralatan pabrik pun sudah sedemikian lengkap, mulai dari pre-breaker, hammer-mill, granulator, ekstruder, bak-bak makro-blending, kamar gantung angin, dan shredder

Tidak ada komentar: